PENGAWASAN PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN TERHADAP PENJUALAN AIR ISI ULANG DI DINAS KETENAGAKERJAAN KABUPATEN ASAHAN KABUPATEN ASAHAN
DOI:
https://doi.org/10.36294/2867ea13Abstract
The development of the refill drinking water sales business in Asahan Regency has increased in line with the community's need for cheap and easily accessible drinking water. However, the increase in the number of depots is not accompanied by optimal supervision, especially in the employment and technical aspects of water treatment. This research aims to analyze the form and effectiveness of supervision carried out by the Asahan Regency Government, especially through the Manpower Service, on refill water sales businesses. The research uses a qualitative method with a descriptive-analytical approach through interviews, observation and document review. The research results show that supervision is still administrative in nature, limited to licensing and labor data collection, and does not include routine technical inspections related to labor competency, cleanliness and production safety. Lack of coordination between agencies, limited human resources and budget, and minimal understanding by business actors regarding operational standards are also obstacles. Therefore, an integrated supervisory system, increased supervisory capacity, and ongoing guidance for business actors are needed to ensure consumer protection and public health.
Perkembangan usaha penjualan air minum isi ulang di Kabupaten Asahan mengalami peningkatan seiring dengan kebutuhan masyarakat terhadap air minum yang murah dan mudah diakses. Namun, meningkatnya jumlah depot tidak diiringi dengan pengawasan yang optimal, terutama pada aspek ketenagakerjaan dan teknis pengolahan air. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bentuk dan efektivitas pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Asahan, khususnya melalui Dinas Ketenagakerjaan, terhadap usaha penjualan air isi ulang. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif-analitis melalui wawancara, observasi, dan telaah dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengawasan masih bersifat administratif, terbatas pada perizinan dan pendataan tenaga kerja, serta belum mencakup inspeksi teknis rutin terkait kompetensi tenaga kerja, kebersihan, dan keamanan produksi. Kurangnya koordinasi antarinstansi, keterbatasan sumber daya manusia dan anggaran, serta minimnya pemahaman pelaku usaha mengenai standar operasional turut menjadi hambatan. Oleh karena itu, dibutuhkan sistem pengawasan terpadu, peningkatan kapasitas pengawas, serta pembinaan berkelanjutan bagi pelaku usaha guna menjamin perlindungan konsumen dan kesehatan masyarakat.






