Otonomi daerah diletakkan sebagai jawaban was perkembangan keadaan, sekaligus memberi kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional dengan perwujudan Pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Pemberian wewenang lebih luas bagi daerah membutuhkan prasyarat berupa propesionalitas dan integritas yang memadai. Kalau dua prasyarat ini tidak terpenuhi, maka otonomi daerah benar- benar bisa menjadi medium desentralisasi korupsi. Good governance harus ditegakkan, bukan saja oleh DPRD maupun lembaga pemerintah yang berkompeten dibidang pengawasan pembangunan, melainkan juga kontrol langsung oleh masyarakat agar pelaksanaan pemerintah daerah benar- benar dapat terwujud.
Ismawan Indra, Ketimpangan Regional di Indonesia : Perspektif Ekonomi Politik Pondok Edukasi, Jakarta, 1995
------- , Ranjau-Ranjau Otonomi Daerah, Pondok Edukasi, Jakarta, 1993
Lubis Mochtar, Korupsi Politik, Jakarta, 1993
Masoed Mochtar, Birokasi Pemerintah Atas Barang dan Jasa, Gajah Mada Press, Yogyakarta, 1994.
Rachbini Didik J, Negara dan Kemiskinan di Daerah, Jakarta, 1995.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, Tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Alamat Redaksi:
CITRA JUSTICIA : Majalah Hukum dan Dinamika Masyarakat
Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Asahan.
Jl. Jend. Ahmad Yani, Kisaran – 21224 – Sumatera Utara
Jurnal CITRA JUSTICIA : Majalah Hukum dan Dinamika Masyarakat s licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License